SELF HEALING & SELF COUNSELING - Seni Pemulihan Diri & Pohon Keluarga
SELF HEALING, adalah pendekatan Konseling utama Dr. Julianto Simanjuntak di Keluarga Kreatif, LK3. Seminar ini memberikan individu kecakapan praktis menolong dirinya sendiri saat ada masalah.
Mengenali apa saja area sensitif yang potensial menimbulkan masalah dan konflik harian dengan orang terdekat. Memahami dari mana saja sumber gangguan emosi negatif, dan cara memulihkannya. Belajar jembatan pemulihan, agar memiliki kehidupan emosi yang lebih kaya, sehat dan stabil
Bahan ini rutin diseminarkan di pelbagai Kota dan Negara. Dengan tujuan membantu setiap orang pulih dari trauma dan masa lalu yang buruk. Bersahabat dengan masalah yang ada, berdamai dengan diri sendiri.
Tulisan ini menjadi "resep" atau panduan konseling agar Pembaca bisa melakukan self healing saat masalah datang mendadak dan belum sempat menemui Konselor
Agar bisa menemukan hal yang lebih dalam dan dibawah alam sadar sangat baik jika menemui Psikolog Klinis untuk mengikuti tes proyeksi & MMPI untuk mengungkap sebagian masalah yang ada di bawah alam sadar.
Dengan mengikuti seminar ini peserta dapat menerima kelemahan sebagai bagian hidup yang harus diterima dan bukan untuk disangkal. Hanya dengan menerima kekurangan diri kita berhenti menyalahkan diri sendiri, mengkambinghitamkan ataupun menghakimi sesama.
Lewat seminar ini peserta belajar mendaur ulang emosi negatif menjadi energi yang menumbuhkan karakter yang lebih sehat sambil bersandar pada kekuatan kasih karunia Tuhan sebagai sumber kekuatan.
Firman Tuhan
Rasul Paulus dalam kesaksiannya mendapatkan jawaban Tuhan atas permintaan dirinya agar Tuhan mengambil pergumulan (duri) hidup yang sangat mengganggu pribadinya.
(9)Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. (10) Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat. II kor 12:7-10
Dengan menerima kelemahan dan berdamai dengan keterbatasan, maka kita bersandar pada kekuatan Tuhan. Disitulah awal kekuatan kita cakap menanggung setiap beban kehidupan.
Dengan menerima kelemahan diri kita cakap berdamai dengan kekurangan pasangan atau anak kita.
Pelbagai Area Sensitif
Setiap kita punya area sensitif, berupa kelemahan yang sewaktu-waktu membuat kita rapuh dan jatuh. Karena itu perlu kita kenali, akui dan waspadai apa yang menjadi area sensitif tsb.
Berpikir negatif
Iri hati
Mudah marah atau tersinggung
Mudah cemas
Mudah curiga
Sulit mengelola uang
Area seksual
Sensitif ditolak
Sensitif dituntut.
Cenderung kaku, kasar dan tidak romantis serta sulit bercanda
Malas, tidak disiplin dan suka menunda nunda
Sumber Masalah
Kecenderungan atau area sensitif Ini umumnya kita warisi dari masa lalu. Ada tiga penyebab utama munculnya area sensitif ini.
1. Pola asuh yang buruk
Kita dibesarkan orangtua yang tidak berfungsi. Pernikahan papa dan mama tidak sehat. Banyak konflik hingga bercerai. Sebagian nilai, cara hidup, perilaku, emosi, pola berkomunikasi kita adopsi dari mereka. Apalagi jika disertai kekerasan, kita diabaikan dan dibedakan dari saudara lainnya.
Dibesarkan tanpa kehadiran dan kasih sayang orangtua merupakan luka dan trauma terburuk dalam hidup kita. Butuh waktu yang cukup dan kemauan yang besar untuk memulihkannya.
2. Lingkungan yang buruk
Bisa jadi ada diantara kita tumbuh dalam kemiskinan orangtua. Gisi yang rendah dan pendidikan yang minim, menghambat pertumbuhan. Apalagi jika kita akhirnya menikah yang berbeda latar belakang, pasangan kita kaya. Konflik sulit dihindarkan.
Lebih terusik jika ternyata adik-adik kita lahir dan besar saat orangtua kita cukup berada atau mampu.
Ada diantara klien yang tumbuh dalam pergaulan yang buruk. Kasus lain, klien menikah dengan pasangan yang pernah kecanduan narkoba atau menderita depresi akut. Ditengah perjalanan gangguan itu kambuh. Sayangnya pasangan tidak begitu memahami latar belakang dan jenis gangguan ini. Akibatnya timbullah konflik berkepanjangan.
3. Pengalaman yang buruk
Sebagian kita punya pengalaman buruk saat kecil. Seperti jatuh dari kenderaan, menyebabkan gegar otak. Pelecehan seksual di usia dini. Beberapa klien kami diperkosa oleh saudara dekat. Ini menyisakan trauma yang berat. Ada juga yang melakukan hubungan seks dengan pacar hingga aborsi. Jika masa lalu yang buruk ini tidak pernah diselesaikan, maka akan terus terbawa dalam relasi dengan pasangan dan bahkan anak-anak.
Rasa bersalah yang mengganggu menghabiskan energi klien, dan tak jarang melumpuhkan emosi.
Gelas Cinta
Umumnya konflik pasutri bukan karena tidak ada cinta semata, atau disebabkan masalah spiritual. Banyak ditimbulkan karena latar belakang keluarga asal yang sangat berbeda. Sayangnya, perbedaan itu tidak dikenali sejak pacaran, dan minimnya mengenali keluarga mertua.
Sifat egois, membuat Anda saling merasa diri benar, dan memaksa pasangan untuk berubah. Jika tidak anda marah.
Seperti sudah disinggung sebelumnya, ada yang besar dengan kasih sayang orangtua. Tapi ada yang besar tanpa kasih bahkan mengalami kekerasan fisik dan psikis seperti diabaikan atau dibedakan.
Jika diumpamakan tangki hati kita dengan gelas dan kasih orangtua dengan ibu, maka ada yang punya gelas besar dan penuh, ada yang hanya kecil, dan ada pula yang bocor. Jika gelas kecil dan bocor menikah dengan yang sama bisa diprediksi perkawinan ini akan penuh konflik. Karena saling menuntut pasangan, tidak pernah merasa puas dan cenderung menyalahkan. Sayangnya, sebagian kita tidak sadar gelas kita itu kecil dan bocor.
Jalan Masuk
Pemulihan dimulai dengan mengenali keluarga asal. Memeriksa hati kita apakah ada kemarahan tersebunyi pada papa mama. Miskinnya ikatan batin membuat kita terpaksa menjalankan fungsi kesuamian/keayahan atau keibuan/keistrian. Kita banyak mengeluh dan ngomel.
Jika ada kepahitan maka perlu berdamai dengan orangtua. Jalannya adalah, belajar menghayati ulang makna kelahiran. Maz 139: 13-14 menyadarkan kita, kelahiran kita adalah ajaib. Dari orangtua yang ajaib. Alasan utama menghormati mereka menurut Kitab suci adalah karena mereka kita ada, hidup, dan berkeluarga. Lepas dari kesalahan dan kegagalan mereka.
Kita perlu Menerima kenyataan bahwa pohon keluarga asal kita rusak. Kita tidak bisa mengubah apapun ke atas, tapi kita bisa mempengaruhi keturunan kita. Membuat pohon baru, sambil tetap bangga pada ayah dan ibu yang melahirkan kita.
Sebagai pria, jika kita bangga dan kagum pada papa, maka kita bisa bangga menjadi ayah bagi anak-anak kita. Jika kita bangga pada ibu, kita akan bangga dan mencintai istri yang adalah ibu dari anak-anak kita.
Sebagai wanita, jika kita bangga dan kagum pada Mama kita, maka kita bisa bangga menjadi IBU bagi anak-anak kita. Jika kita bangga pada Ayah kandung kita, maka lebih mudah bangga dan mencintai suami yang adalah ayah dari anak-anak kita.
Berdamai dengan masa lalu kita yang buruk serta pulih dalam relasi dengan ayah/Ibu sangat penting dalam memulihkan relasi kita dengan pasangan dan anak.
Proses ini panjang, membutuhkan waktu dan energi yang tidak sedikit. Kita perlu bersabar.
Jembatan Pemulihan Diri
Menerima penerimaan Tuhan.
Mengenali masa lalu & berdamai dengan orangtua
Punya teman baik untuk curhat
Konseling
Reparenting
Menambah pengetahuan
Merekayasa lingkungan
Menikmati karir
Menikmati keluarga
Menikmati hobi
Menyukai humor
Berkorban
Penutup
Selama hidup kita perlu diperbaharui dari "manusia lama”. Manusia yang dikuasai keinginan daging. Selain perlu penebusan, kita membutuhkan pembaharuan dari hari ke sehari. Membutuhkan lingkungan yang sehat, pekerjaan yang baik dan keluarga yang mendukung
Dia sabar membaharui kita sedikit demi sedikit. Karena itu kitapun perlu sabar terhadap diri kita dan orang yang kita sayangi.
Julianto Simanjuntak
Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3)
NOTE: Workshop Self Healing: Program khusus bagi Pendeta, Majelis, Guru dan Komisi Wanita.
Pilih berdasarkan kategori kebutuhan Anda. Klik link di bawah: