7 Pelajaran Penting Menikmati COVID-19
Victor Frankl, Seorang psikiater dan neurolog asal Austria yang pernah menjadi korban kekejaman Nazi Hitler, berkata: “Semua penderitaan itu bermakna jika itu mengubah hidup kita menjadi lebih baik.”
Saat sakit dan dirawat karena Covid-19, dari 23 Sep hingga 21 Okt 2020, ada beberapa pelajaran penting yang mengubah hidup saya menjadi lebih baik :
Satu
Membuat saya lebih sering bertemu dengan diri sendiri. Itulah berkat dari isolasi di rumah sakit selama 21 hari. Saya menemukan betapa rapuhnya hidup, dan ini membuat saya lebih mengenal diri. Teringat apa yang dikatakan Victor frankl, "Pria yang belum melewati keadaan yang benar-benar merugikan atau menyakitkan, benar-benar tidak mengenal dirinya dengan baik”. Sakit ini membuat saya sadar membutuhkan orang lain, dan menghargai bantuan sesama sekecil apapun. Seperti bantuan suster menyiapkan air panas, atau melihat pegawai membersihkan kamar. Hal-hal ini membuat hati saya bersyukur. Pulang dari rumah sakit, saya lebih mampu menghargai orang di sekitar yang menopang kenyamanan hidup seperti pekerja rumah tangga, tenaga sekuriti dll
Dua
Karena banyak batuk dan sesak nafas, saya menghargai betapa bernilainya oksigen. Dua minggu pertama, saya tidak bisa lepas dari tabung oksigen. Tanpa bantuan tabung oksigen saya langsung lemas dan sesak.
Setelah pulang dari Rumah sakit, saya lebih rajin berolahraga, karena itu sangat membantu pernafasan saya. Menghargai udara pagi, dan menikmati lewat jalan pagi dengan senandung kidung ilahi
Tiga
Menghargai hobi dan waktu luang. Selama di rumah sakit saya lebih banyak tidur. Bisa 23 jam lebih hanya tiduran, karena bergantung oksigen dan paru-paru masih parah. Di ranjang saya hanya bisa melamun. Dalam keadaan tengah sadar sering mengigau, yang isinya tidak jelas. Tapi melegakan. Sepertinya lagi bicara dengan diri sendiri. Self talk. Setelah agak kuat, mulai bisa menikmati musik lewat Spotify atau film lewat Youtube. Sesekali saya menyanyi kecil dalam hati. Menerapkan apa yang saya biasa ajarkan Merayakan hidup yang sulit. Sebelumnya saya terlalu sibuk, sulit menikmati hobi, tidak fokus saat menonton film atau membaca dsb. Pulang dari rumah sakit, saya jauh lebih bisa menikmati hobi saya seperti bermain gitar, membaca dan menyanyi serta menikmati pantai saat liburan tanpa memikirkan pekerjaan.
Empat
Lebih menghargai kehadiran istri dan percakapan dengan anak-anak. Selama sakit dan diisolasi, saya benar-benar butuh teman bicara. Saya menelepon istri saya, meski sedang tidak bisa bicara karena sesak dan batuk. Kami hanya saling menatap di video Call tanpa sanggup berkata-kata, itupun sudah merasa senang. Ada yang hadir menemani saat sakit. Maklum, hanya di kamar saja. Bagi orang ekstrovert seperti saya, bagaikan bencana yang menyusahkan. Setelah pulang dari perawatan, saya lebih terbiasa duduk bersama, lebih banyak mendengarkan, dan lebih menikmati percakapan daripada sebelum sakit. Saya dan anak-anak menjadi lebih sering bicara lewat telpon, baik dengan Moze di Dallas Texas, dan yang sulung di Jakarta. Psikiater Austria Victor Frankl pernah mengatakan, "Saya mengerti bagaimana manusia, yang kehilangan segalanya di dunia ini, masih bisa menikmati kebahagiaan - bahkan jika hanya sesaat - jika ia merenungkan orang yang dicintainya"
Lima
Lebih berempati kepada yang sakit. Setelah pulang dari Siloam, saya menjadi peka dan mencari jalan menelepon teman yang lagi sakit baik karena Covid atau lainnya. Berbicara dan mendoakan beberapa teman, alumni, atau mahasiswa kami, juga keluarganya yang sedang bergumul karena sakit. Senang mengirimkan obat dan beberapa vitamin yang pernah membantu saya selama di rumah sakit. Peduliitu melegakan hati
Enam
Lebih fokus ke panggilan Ilahi dan mempercayakan pekerjaan. Sebelum sakit pikiran saya terdistraksi ke banyak hal kecil yang harusnya bisa dikerjakan orang lain. Setelah sakit saya merasa makin sulit memikirkan hal-hal yang mikro. Cepat lelah dan pusing. Hal ini membuat saya mengajak beberapa teman membantu dalam menjalankan rencana kerja lembaga LK3. Saya cukup memikirkan kebijakan, program tahunan, kemitraan, dan beberapa hal lainnya. Eksekusinya di bantu oleh banyak teman yang punya beban yang sama.
Terakhir,
saya belajar menerima sakit sebagai bagian penting dari hidup. Rasa sakit melengkapi kebahagiaan, sebab kebahagiaan itu adalah dialog antara kesusahan dan kesenangan. Antara rasa sehat dan sakit. Menikmati kesusahan dan kesenangan secara seimbang. Selama sakit saya belajar menerima kenyataan bahwa saya sakit. Terinfeksi virus corona. Saya tak perlu merasa malu. Kalau tidak ada yang membuat saya mampu mengubah situasi yang menyebabkan saya sakit, saya memilih menerima kenyataan dan menghadapi sakit itu dengan sadar.
Akhirnya....
Penyakit ini membuat saya lebih manusiawi, menemukan kemanusiaan yang lama saya abaikan karena kesibukan. Saya menemukan maksud Ilahi melewati rasa sakit dan kehilangan. Menyadari bahwa saya tetap dicintai meski dalam keadaan sakit, tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak berdaya. Saya benar-benar merasa malu, karena mengira Tuhan akan lebih sayang kalau saya sibuk dan banyak mengerjakan pekerjaan seperti mengajar, Konseling ataupun menulis bagi Tuhan. Ternyata saya salah. Tuhan mengasihi kita apa adanya, dalam semua keadaan kita, bahkan saat kita masih berdosa dia rela mati untuk kita.
Julianto Simanjuntak LK3
Lippo Village,
Catatan Harian Era Covid
linktr.ee/Keluarga_Kreatif