Bunuh Diri & Tabungan Emosi
"Kebahagiaan sejati adalah menikmati kesenangan dan penderitaan secara seimbang."
Tiga pribadi terkenal dalam posisi sukses ekonomi bunuh diri dengan gantung diri di Amerika. Fashion Designer Kate spade, 55 tahun, International Chef Anthony bourdain, 61 tahun, staff Steve Harvey 39 tahun.
Bunuh diri banyak terjadi dikalangan keluarga berada atau artis yang super kaya. Bukan hanya mereka yang hidup sengsara
Suicide bisa disebabkan justru karena menikmati hidup yang terlalu enak tapi tidak pernah mampu menjadi dirinya sendiri. The real self. Hidup hanya berdasar ambisi pribadi atau tuntutan orang lain.
Kenyamanan dan kemewahan justru menjadi pemicu rasa putus asa yang hebat, karena tidak pernah merasa benar2 puas. Selalu merasa tidak cukup.
Dosis kebahagiaan yang dikejar tidak pernah cukup, dan Tuhan di luar hidupnya sesehari. Ketika dosis rasa puas tidak lagi mencukupi kemudian muncullah rasa diri tidak berarti, dan makin menjadi-jadi. Secara perlahan tapi pasti keinginan bunuh diri menjadi-jadi.
Mereka menjadi putus asa dan kecewa, karena yang mereka kejar adalah fasilitas dan kebahagiaan hidup. Mereka lupa bahwa hidup justru jauh lebih penting, dan bisa dirayakan atau dinikmati dalam semua keadaan.
Firman-Nya berkata, akulah jalan, kebenaran dan HIDUP.
Menikmati Hidup
Umumnya manusia ingin bahagia dan mengejarnya dengan banyak cara. Tapi tak semua orang tahu bagaimana berbahagia dengan benar. Misal, masih ada orang yang beranggapan bahwa bahagia itu identik dengan kekayaan dan popularitas. Lalu dia kerja keras dsb, lalu kaya. Namun akhirnya tetap tidak menemukan kebahagiaan. Lihat saja tak sedikit konglomerat dan artis papan atas mati bunuh diri. Mereka hanya kaya nama dan harta tapi tetap miskin bahagia.
Bahagia adalah emosi positif, yang kita perlukan sepanjang kehidupan, terutama di saat sulit dan situasi yang buruk. Perasaan bahagia sudah ditabung (dibentuk) sejak kita kecil. Ditumbuhkan oleh kasih sayang orang tua, relasi yang baik dengan orang di sekitar dan pembentukan iman yang sehat
Emosi bahagia juga bertumbuh karena melewati pelbagai pengalaman baik dan buruk, situasi positif- negatif secara SEIMBANG. Ya, bahagia adalah menikmati kesenangan dan penderitaan secara seimbang.
Itu sebabnya mereka yang TERLALU dimanja saat kecil bisa bermasalah secara emosi di masa dewasa. Demikian juga anak-anak yang lebih banyak menderita karena perlakuan kasar Ayah atau ibunya.
Hidup bagaikan roda. Kadang di atas kadang di bawah. Begitulah ada waktunya kita senang, ada waktunya sedih. Ada waktu untuk untung, kadang malang. Ada waktu untuk mendapat, kadang kehilangan. Ya untuk segala sesuatu ada waktunya, kata Salomo.
Tak selamanya orang menyukai kita, terkadang kita dibenci. Hari ini dipuji ehh besok orang yang sama bisa mencaci kita. Lebih menyakitkan lagi saat orang terdekat menghianati kita. Tubuh kita tak selalu sehat, sewaktu-waktu bisa sakit. Adapula teman yang menderita hingga bertahun-tahun lamanya seperti Ayah penulis yang pernah menderita sakit nyaris 2 tahun.
Begitulah. Hidup bagaikan cuaca, yang tak selalu panas terkadang ada musim hujan. Ringkasnya, bahagia adalah belajar menikmati kesenangan dan penderitaan secara seimbang. Orang bahagia itu di masa senang tidak lupa diri, dan di kondisi yang buruk tidak bersungut atau mengutuk.
Menabung Emosi Bahagia
Jadi bagaimana caranya menabung emosi bahagia? Tetap tegar di masa sukar? Sebelum masa sulit, pengalaman pahit, atau sakit ini datang persiapkanlah diri. Seperti Nabi Jusuf yang bijak menyiapkan tujuh tahun masa kelaparan dengan menabung gandum di masa kelimpahan, kitapun perlu menabung emosi bahagia.
Seperti pepatah berkata, "sedia payung sebelum hujan". Atau anak-anak sejak kecil butuh imunisasi agar kebal saat penyakit menyerang. Maka kitapun perlu menabung emosi bahagia. Caranya? Ingat dan catatlah semua pengalaman positif: pengorbanan Ortu, kasih sayang Guru, dan kebaikan sahabat.
Indahnya diterima dan dihargai orang yang mencintai Kita. Serta pengalaman lainnya yang membuat hati kita senang dan emosi kita positif. Menghitung setiap berkat Tuhan. Selain mencatat emosi bahagia kita di sebuah buku harian atau komputer, "catat" juga di loh hati Anda dengan senantiasa bersyukur pada sang Ilahi.
Setelah ditulis, bagikanlah kebahagiaan itu. Dengan cara menceritakannya sesering mungkin, selagi ada kesempatan. Inilah cara terbaik menabung emosi bahagia. Motto lembaga kami adalah:
"bagikanlah penderitaanmu maka penderitaanmu akan berkurang, bagikanlah kebahagiaanmu maka kebahagiaanmu akan bertambah".
Bila suatu ketika datang masa yang sulit, atau sakit menyerang, kita bisa menggunakan memori tadi untuk menguatkan diri. Kita tetap kuat, tidak mengeluh atau bersungut. Saat kita sedih, Kita mengambil "tabungan" emosi senang. Mengingat bahwa kita pernah senang dst. Mengingat banyak orang yang (sudah) menyenangkan kita.
Di saat kita malang, ditipu atau dirugikan orang, kita ambil "tabungan" keuntungan. Ya, kita pernah beruntung mendapat pemberian dan kebaikan orang yang sayang dengan kita. Bisnis kita pernah untung. Sesekali gagal atau rugi, wajarlah.
Bandul Hidup
Saya menganalogikan irama hidup kita di atas bagaikan "main ayunan" atau bandul. Siapa yang cakap mengayun ayunannya, akan bisa bergembira meski di saat susah.
Masalah sebagian klien kami di ruang konseling ternyata bukan pada besar atau beratnya masalah. Tapi karena mereka tidak siap menghadapi masalah dalam hidup. Tidak ready menghadapi kemungkinan terburuk.
Misalnya, pasangan yang akan menikah lebih banyak membayangkan indahnya pernikahan, tapi tak pernah belajar ketrampilan menghadapi pelbagai masalah dalam perkawinan. Apakah itu penyakit, kekurangan ekonomi atau masalah anak dengan kebutuhan khusus.
Umumnya orangtua bahagia punya anak, tapi mereka tidak mempersiapkan skill dan mental jika anak mereka menghadapi masalah. Terkena adiksi narkoba misalnya. Sebagian orang malah sudah takut menghadapi masalah. Mereka menganggap kesulitan itu momok yang harus dihindari atau dijauhi. Padahal sikap terbaik, masalah itu dijalani atau dihadapi. Bukan dihindari atau lari dari masalah.
Dalam konseling kami membantu klien memahami fakta kehidupan adalah berjuang. Hidup adalah perjuangan. Kita harus berhenti dari sikap dan perilaku yang menyalahkan atau mengkambinghitamkan orang lain. Stop dari penyesalan diri atau menyalahkan diri sendiri. Lebih baik energi emosi dan pikiran dikerahkan untuk menghadapi masalah. Dengan pikiran jernih, kita mencari solusi bersama pasangan dan orang yang dipercaya.
Semua orang punya masalah. Kesulitan tidak menunjukkan kita lemah. Tidak. Kesulitan yang DIA izinkan tidak bermaksud melemahkan, sebaliknya, mendewasakan. Membuat hidup seimbang dan lebih indah berwarna.
Semua tantangan hidup adalah pencobaan yang biasa atau lazim, tidak melebihi kekuatan kita. Tuhan tahu apa yang terbaik dan apa yang sanggup kita pikul.
Kadang kita saja yang cenderung membesar-besarkan masalah; atau suka menyimpan atau lari daripada menghadapinya. Respon keliru inilah yang menjadikan beban hidup kita terasa berat.
Kita juga perlu mengembangkan sikap optimis (beriman) dan berpengharapan, bahwa badai masalah pasti berlalu. Setiap masalah ada "wisuda"-nya. Bahkan bila Anda merasa "nasi sudah menjadi bubur", percayalah buburpun bisa dijadikan bubur ayam yang lezat. Bagi orang percaya, tragedi bisa menjadi "komedi" dan frustasi menjadi prestasi.
Sikap terbaik seorang pemenang adalah selalu mengandalkan Tuhan.
Kehidupan seperti main ayunan. Ada sedih ada senang, kadang untuk terkadang malang. Hidup seperti bandul yang sebentar ke kiri lalu bergerak ke kanan.
Ayun saja, ikuti iramanya. Jangan fokus pada kesedihan. Ingat, kita pernah senang. Jangan fokus pada kelemahan pasangan, dia pun punya kelebihan. Ayun terus bandulmu, ya ayun saja agar berjalan seimbang. Anggap saja hidup ini seperti sebuah game yang asyik dan menarik, serta "bersenanglah". Belajar bersukacita dalam segala hal, dan ingat kita tidak sendiri.
Dr. Julianto Simanjuntak — LK3