Rekonsiliasi Ayah & Anak (Ringkasan)

Pengenalan saya akan anak2 sangat dangkal, terutama di bungsu:

  1. Saya terlalu sibuk

  2. Saya tidak punya kedekatan emosi dengan Ayah dan membuat saya agak dingin sama anak2. beda dengan Istri saya

  3. Sejak Kecil, saya merasa tidak bisa memahami sikap dan perilaku yang sulit saya pahami atau terima. Membuat saya mudah marah, dan banyak melukai Moze

Setelah Moze lulus SMA. Kami memutuskan memenuhi keinginan Moze sekolah Ke Dalas Amerika Serikat

Hubungan kami juga tidak cukup dalam, sebatas telpon biasa saja. saya juga gagal memenuhi kebutuhan moze sebagai teman bicara

Sampai suatu hari setelah kuliah 2 tahun, moze menulis surat kepada saya

21 April 2018: SURAT MOZE 

Papa, Moze akhir2 ini mempertanyakan beberapa pesan dan prinsip2 yang papa ajarkan di seminar Papa

Moze malah bertanya2 apakah  papa serius membaca alkitab dan terus  belajar  ilmu konseling dan parenting dengan sungguh2

Moze akhir-akhir Ini secara sadar sedang mencari tahu apakah bapak dan mama memprioritaskan karakter,  perkembangan spiritual kalian lebih daripada pelayanan. Apakah reputasi dan networking lebih  penting daripada integritas?

Apakah papa dan mama mementingkan Tuhan, alkitab, dan saling membantu satu sama lain sebagai suami & istri.

Apakah papa dan mama siap bertanggungjawab untuk kesehatan emosional, spiritual, fisik, dan mental kalian?

Papa harus ingat, Pada akhir hidup papa, Aku percaya bahwa Papa tidak akan menyesal karena menunda atau menolak undangan seminar atau terbang kesana sini. 

Penyesalan papa suatu hari nanti adalah untuk waktu dan kesempatan dengan mama, abang, dan Aku yang HILANG. Untuk buku2 yang papa tidak baca. Untuk olahraga yang papa tidak ikuti. Untuk anak2 muda yang papa tidak muridkan. Untuk talenta2 Tuhan  yang Papa tidak kembangkan." 

Tiap hari Moze belajar ilmu parenting rasa marah ku kambuh berulangkali terhadap kesalahan dan keegoisan Orangtuaku

Tiap hari Moze belajar memaafkan dan melepaskan keinginan Moze untuk memiliki orang tua yang lebih baik, yang penuh pengertian, empati, kebijaksanaan, dan cinta akan Tuhan yang dulu Moze tidak punya.

Tiap hari Moze perlu belajar untuk menerima papa dan mama apa adanya, dan untuk memaafkan papa dan mama seperti aku memaafkan diriku sendiri.

Salam
MOZE

 

Dari surat ini Moze menyampaikan perasaan hatinya tentang saya sebagai Ayahnya

  1. Ayah yang absen, mengabaikan anak-anak

  2. Tidak menjadi teladan dalam hal iman dan hubungan dengan Tuhan. Tidak punya gereja yang tetap

  3. Tidak menjadi role model sebagai suami yang merawat Mamanya terutama secara spiritual

  4. Tidak menjadi model dalam hal belajar atau meningkatkan diri dalam pengetahuan

  5. Mewariskan adiksi kesibukan (kerja) menjadi kecanduan Game

Dalam bagian lain moze curhat:

Papa  banyak berkorban sejak aku duduk SMA. Menemani aku di Salatiga lalu mengirim aku ke Amerika. Tapi Aku merasa  sejak kecil aku tidak melihat bapak punya struktur hidup yang baik, yang bisa aku baca dan teladani.

Bapak tidak punya tujuan parenting, dan lalai mengajarkan banyak hal atau skil yang penting untuk aku. Seperti mengelola uang, berteman dll. Ilmu konseling bapak bagus, tapi skil parenting kurang.

Untung Papa Cerita, aku bisa memaafkan Papa karena Papa juga korban dari Kakek, papa banyak luka emosi. Selain itu Papa berjuang mendirikan dan membesarkan lembaga LK3.

Saya bersyukur  memutuskan pindah ke salatiga, memberi waktu lebih banyak dengan anak selama 4 tahun. Menolak undangan pelayanan. Menebus waktu membangun bonding yang hilang dengan moze.

Meski proses panjang rekonsiliasi saya dengan anak terus berjalan. Sudah 7 tahun sejak 2013. Dia sangat berubah setelah kami kirim kuliah ke US, menjadi pembicara dan pelatih bagi banyak anak muda

Moze kemudian menuliskan pengalamannya sebagai pecandu game, ateis dan penderita depresi berjudul MORE THAN JUST A GAME

Namun rekonsiliasi kami sebagai Ayah dan Anak masih terus berjalan, sejak dia kuliah 2016 sampai 2021 Moze pulang ke Indonesia. Bulan April 2021

Bantuan Abang Josephus

Saat kami kewalahan berkomunikasi engan Moze maka kami sangat dibantu Abangnya Josephus. Moze sangat mendengarkan Josep, yang menjadi idolanya sejak masih SD.

Selain soal beda usia yang tidak jauh, Bahasa komunikasi Joseph nyambung dengan Moze. Tidak seperti kami

Joseph juga sayang kepada Moze yang dia dapatkan sebagai jawaban Doa.

Apa peran Josephus, kita akan dengarkan bersama beban dan kasih sayang abangnya kepada Moze. 

Beberapa hal yang kami lakukan

  1. Menambah waktu bersama Moze. Saya menambah staf setahun ini dari 6 menjadi 18

  2. Memberi Moze kesempatan memproses gangguan depresinya selama pandemi di Amerika. Menemani Moze konsul ke Psikolog dan Psikiater

  3. Memberi ruang bagi moze mengenali hambatan dalam dirinya yang kita kenal sejak umur 19, yakni Moze mengalami sindrome Asperger. Memberi dia waktu untuk riset di kamarnya

  4. Kami konsul bersama ke psikolog, atas permintaan Moze

  5. Lebih banyak waktu berdiskusi, dan mencari tempat terbaik bagi moze mengembangkan kehidupan sosialnya. Saat ini menjadi volunter di YWAM Bali 

Sebagai catatan akhir ada beberapa saran saya kepada orangtua 

  1. Kenalilah anak baik-baik, terima apa adanya dan kasihi tanpa syarat

  2. Beri anak kebebasan menjadi dirinya,  menerima atau merayakan kegagalannya.

  3. Fokuslah pada kelebihan anak, bukan kekurangannya.

  4. Fokus pada relasi bukan prestasi anak.

  5. Fokus pada akar bukan buah

  6. Fokus proses bukan hasil

  7. Mencari bantuan Konselor

  8. Bangun  harapan kepada Tuhan yang menitipkan anak.

  9. Kompak dengan Ibunya dan melibatkan saudara (Bang Josephus)

Julianto Simanjuntak

 

Program LK3

Cari tahu mengenai modul konseling, program studi dan kegiatan LK3

Previous
Previous

Sambo dan Kesehatan Mental Kita — Catatan Pastoral

Next
Next

Pengampunan Beresiko